Via :Twitter.com |
Kenaikan PPN 12%: Beban Pajak Rakyat dan Fasilitas Elite yang Dipertanyakan
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani memicu polemik. Meski kenaikan ini tampaknya kecil, secara proporsional tarif pajak sebenarnya naik sebesar 9,09%. Alasan utama di balik kebijakan ini, menurut Sri Mulyani, adalah untuk menjaga "kesehatan APBN". Namun, rakyat bertanya-tanya, "Apa benar ini solusi terbaik?"
Mengapa PPN Naik ke 12%?
Kenaikan PPN menjadi 12% merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk memperkuat pendapatan negara. Namun, ini terjadi di tengah situasi ekonomi yang masih dirasakan berat oleh masyarakat. Banyak yang mempertanyakan urgensi kenaikan ini, terutama karena pajak sudah menjadi bagian besar dari beban hidup sehari-hari.
Beban Pajak yang Harus Ditanggung Rakyat
Tanpa kenaikan PPN pun, rakyat sudah terbebani berbagai jenis pajak. Berikut adalah contoh pajak yang memengaruhi kehidupan sehari-hari:
- Pajak Penghasilan (PPh): Potongan dari gaji, THR, dan bonus.
- PPN: Dikenakan pada barang dan jasa, mulai dari belanja di supermarket hingga makan di restoran.
- Pajak Barang Mewah (PPnBM): Untuk barang tertentu seperti mobil dan perhiasan.
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): Kepemilikan rumah dan tanah.
- Pajak Kendaraan Bermotor: Dibayar setiap tahun untuk kendaraan.
- Cukai Rokok dan Alkohol: Mencapai 30–35%.
- Pajak Lain: Pajak pada listrik, internet, pulsa, hingga tabungan.
Bahkan di akhir hidup, rakyat masih harus membayar retribusi pemakaman di TPU.
Via : Twitter.com |
Fasilitas Elite: Apakah Sudah Terlalu Berlebihan?
Di tengah protes rakyat atas kenaikan PPN, muncul pernyataan dari anggota DPR, Rinto Subekti, bahwa "fasilitas mantan kepala negara belum maksimal". Pernyataan ini dinilai tidak peka, terutama saat rakyat merasa terbebani pajak.
Apa saja fasilitas yang diterima mantan kepala negara?
- Uang pensiun: 100% dari gaji pokok terakhir.
- Tunjangan tambahan: Berdasarkan aturan PNS.
- Biaya rumah tangga: Termasuk listrik, telepon, gas, internet, dan air, semua dibayar negara.
- Fasilitas kesehatan: Gratis untuk mantan kepala negara dan keluarganya.
- Rumah negara: Beserta isinya, tanpa biaya.
- Kendaraan dinas: Lengkap dengan sopir.
- Staf pribadi: Didanai negara.
Khusus Presiden Jokowi, rumah yang disediakan bahkan memiliki luas 12.000 meter persegi—setara dengan dua lapangan sepak bola.
Bagaimana Kebijakan Ini Diterima oleh Rakyat?
Kenaikan pajak ini mempertegas kesenjangan antara rakyat dan elite. Aturan seperti UU No. 7 Tahun 1978 sering dijadikan alasan untuk mempertahankan fasilitas elite. Namun, rakyat mengingatkan bahwa aturan bisa diubah jika memang tidak lagi relevan, sebagaimana sering dilakukan oleh elite untuk kepentingan politik.
Kesimpulan: Sudah Maksimal atau Belum?
Kenaikan PPN menjadi 12% menambah tekanan pada rakyat yang sudah dibebani banyak pajak. Sementara itu, fasilitas elite terus dipertahankan bahkan dianggap "belum maksimal".
Bagaimana pendapat Anda? Apakah kebijakan ini adil?
Tinggalkan komentar Anda di bawah dan bagikan artikel ini jika Anda merasa topiknya penting untuk diketahui lebih banyak orang!
(sumber : Twitter.com/@ardisatriawan)